Minggu, 20 Oktober 2013

Memaknai Selikuran (21 Ramadhan) Memadukan Agama dan Budaya



Memaknai Selikuran (21 Ramadhan) Memadukan Agama dan Budaya
http://heryfosil.blogspot.com/2012/08/memaknai-selikuran-21-ramadhan.html

Sebelum membaca artikel ini sebaiknya kita sama-sama menghilangkan prasangka buruk atau berfikir negatif tentang budaya. Fikiran yang sudah dirasuki pemahaman negatif terhadap hubungan agama dan budaya takkan mampu menelaah pemikiran dan pemahaman baru tentang sisi positif hubungan agama dan budaya.
Selikuran (21 Ramadhan) menurut masyarakat jawa memiliki nilai/arti yang spesial. Tradisi malam selikuran (21 Ramadhan) adalah tradisi budaya sekaligus religius (agama) yang syarat dengan makna. Tentunya hal ini sangat istimewa, karena kita dapat melihat banyak nilai-nilai positif yang ada dalam peringatan selikuran tersebut. Berikut beberapa analisa positif “selikuran” baik di tinjau dari sudut pandang agama maupun budaya :
1.     “Selikuran” 21 Ramadhan menurut ajaran Islam dimaknai istimewa karena 21 Ramadhan menurut sejarah islam awal Rasulullah Saw memulai beri’tikaf (I'tikaf dalam pengertian bahasa berarti berdiam diri yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan dalam pengertian syari'ah agama, I'tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr) di sepuluh hari terkahir bulan Ramadan, Nabi Saw bersabda, "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan” (Bukhari dan Muslim). Dan Imam Syafi’i berkata, “Menurut pemahamanku, Nabi Saw menjawab sesuai yang ditanyakan, yaitu ketika ada yang bertanya pada Nabi Saw : “apakah kami mencarinya di malam ini?, beliau menjawab: “carilah di malam tersebut” (Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah). Dari sinilah dapat dipastikan bahwa tradisi Selikuran memang terdapat perpaduan (sinkretisme) nilai-nilai Islam melalui budaya Jawa, sehingga akhirnya tradisi ini dilestarikan oleh kerajaan Islam pada masa itu, dan tetap bertahan hingga hari ini.
2.    Budaya masyarakat Jawa “Selikuran” diperingati dengan cara yang unik. Masyarakat Jawa memperingati “Selikuran” dengan acara kenduri bersama-sama (Sebaiknya sebelum melanjutkan membaca dan berkomentar tidak berfikir negatif dulu). Di dalam tradisi kenduri ini terdapat beberapa nilai positif yang bisa kita ambil hikmahnya diantaranya :
a.   Silaturahmi dan Kebersamaan ; masyarakat Jawa melaksanakn kenduri dibalai pertemuan (balai desa, balai dusun, balai RW) atau di rumah tokoh masyarakat / sesepuh. Kalau masyarkat yang tidak melakukan kegiatan kenduri berapa kali setahun bisa bersilaturahmi dengan seluruh tetangga satu padukuhan / RT / RW?
b.  Bersedekah : Makanan yang telah disiapkan dari rumah dikumpulkan jadi satu dan sebagian diberikan kepada ustadz / modin / kaum / tkoh masyarakat dan juga untuk takjil.
c.     Berbagi rasa : Kenduri yang dibuat pada peringatan selikuran ini menunya biasa (tidak dilebih-lebihkan) hanya nasi, sayur Lombok, tahu, tempe, mie dan kupuk. Makanan sederhana ini kemudian dikumpulkan jadi satu dan dicampur kemudian dibagikan lagi ke warga. Banyak rasa dalam masakan jadi satu.
d.    Doa Bersama : diakhiri acara kenduri juga dilaksanakan doa bersama dengan cara islam. Doa yang dipanjatkan untuk kelancaran puasa, harapan lailatul qodar, serta shalawat untuk rasulullah.
3.     Masyrakat Jawa juga memperingati “selikuran” dengan cukur rambut (budaya ini memang sudah jarang dilakukan, kecuali masyarakat jawa yang sudah berusia lanjut masih melakukannya) cukur rambut bermakna menyambut hari kemenangan ditandai dengan penampilan yang baru dan bersih serta terawat.
Memaknai setiap budaya harusnya memang adil dari segi positif dan negative, jangan sampi pandangan yang salah terhadap pemahaman budaya kemudian menjadi sebuah “penghakiman” musrik atau kafir suatu agama. Banyak nilai-nilai positif yang bisa diambil dari sebuah budaya, karena budaya itu diciptakan dengan berbagai pertimbangan filosofi dan nilai-nilai kehidupan.


LAMBANG CINTA SEJATI : MIMI DAN MINTUNO



Mimi Lan Mintuno Melambangkan Cinta Sejati
http://heryfosil.blogspot.com/2012/09/mimi-lan-mintuno-melambangkan-cinta.html

Dalam budaya Jawa, sering kita jumpai doa yang terucap "Dadio pasangan koyo mimi lan mintuno". Apa yang kemudian terbesit dari doa itu. Ternyata banyak yang tidak faham apa yang dimaksud dengan "mimi lan mintuno". Saya mencoba mencari jawaban atas kegalau hati soal "mimi lan mintuno", akhirnya terpecahkan sudah apa itu "mimi lan mintuno" dan juga filosofinya mengapa pasangan setia itu selalu digambarkan dengan "mimi lan mintuno" 


Sumber foto : http://noenkcahyana.blogspot.com/2012/02/mimi-fosil-hidup-yang-ditemukan-di.html

Mimi, atau mintuna, ialah beberapa jenis hewan beruas (artropoda) yang menghuni perairan dangkal wilayah paya-paya dan kawasan mangrove yang berbentuk seperti ladam kuda berekor. Semuanya (empat jenis) termasuk dalam keluarga Limulidae dan menjadi wakil dari bangsa Xiphosurida yang masih bertahan hidup. Cetakan fosil hewan ini tidak mengalami perubahan bentuk berarti sejak masa Devon (400-250 juta tahun yang lalu) dibandingkan dengan bentuknya yang sekarang, meskipun jenisnya tidak sama. Mimi adalah nama dalam bahasa Jawa untuk yang berkelamin jantan dan mintuna adalah untuk yang berkelamin betina. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai horseshoe crab. Belangkas mudah ditangkap di tepi-tepi pantai. Sekitar 500.000 belangkas setiap tahun dikumpulkan di pesisir Timur AS, diatur di bawah hukum antarnegara bagian. (sumber wikipedia). 

Menurut beberapa informasi ikan mimi dan mintuna ini ikan yang ajaib. Kedua ikan tersebut tidak dapat dipisahkan. Jika ikan pasangan ini dipisahkan maka kedua-keduanya dipastikan mati. Keunikan lain dari ikan ini, menurut cerita jika ikan ini dimasak tidak bersamaan maka ikan ini akan beracun, tetapi jika dimasak bersamaan ikan ini dapat dikonsumsi biasa. Maka kemudian filosofi pasangan cinta sejati itu sering digambarkan dengan "mimi lan mintuna", kesetiaan ikan mimi lan mintuna tiada tandingan saling menjaga setia sampai mati."Runtung-runtung rerentengan pindha mimi lan mintuna"

Rabu, 02 Oktober 2013

PENCEGAHAN KOROSI DAN SCALE PADA PROSES PRODUKSI MINYAK BUMI



PENCEGAHAN  KOROSI  DAN SCALE  PADA PROSES  PRODUKSI  MINYAK BUMI

Minyak bumi adalah suatu senyawa hidrokarbon yang terdiri dari karbon (83-87%), hidrogen (11-14%), nitrogen (0,2-0,5%), sulfur (0-6%), dan oksigen (0-3,5%). Proses produksi minyak dari formasi tersebut mempunyai kandungan air yang sangat besar, bahkan bisa mencapai kadar lebih dari 90%. Selain air, juga terdapat komponen-komponen lain berupa pasir, garam-garam mineral, aspal, gas CO2 dan H2S. Komponen-komponen yang terbawa bersama minyak ini menimbulkan permasalahan tersendiri pada proses produksi minyak bumi. Air yang terdapat dalam jumlah besar sebagian dapat menimbulkan emulsi dengan minyak akibat adanya emulsifying agent dan pengadukan. Selain itu hal yang tak kalah penting ialah adanya gas CO2 dan H2S yang dapar menyebabkan korosi dan dapat mengakibatkan kerusakan pada casing, tubing, sistem perpipaan dan surface fasilities. Sedangkan ion-ion yang larut dalam air seperti kalsium, karbonat, dan sulfat dapat membentuk kerak (scale). Scale dapat menyebabkan pressure drop karena terjadinya penyempitan pada sistem perpipaan, tubing, dan casing sehingga dapat menurunkan produksi.

Outline :
A. KOROSI :
1.    Tempat-tempat Terjadinya Korosi Pada Produksi Minyak
-        Down Hole Corrosion
-        Flowing well
-        Casing Corrosin
-        Well Heads
-        Flow Lines
2.    Tipe korosi di Lapangan Minyak
-        Uniform Corrosion
-        Pitting Corrosion
-        Stress Corrosion Cracking
-        Errosion Corrosion
-        Galvanic Corrosion
-        Crevice Corrosion
-        Selective Leaching
3.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Korosi
-        Faktor Gas Terlarut
-        Faktor Temperatur
-        Faktor pH
-        Faktor Bakteri Pereduksi atau Sulfat Reducing Bacteria (SRB)
-        Faktor Padatan Terlarut : Klorida (CI), Karbonat (C03), Sulfat (S04).
4.    Pencegahan Korosi
-        Proteksi Katodik
-        Coating
-        Pemakaian Bahan-Bahan Kimia (Chemical Inhibitor)
B. SCALE :
1.    Petunjuk        dan     Identifikasi        Masalab      Scale     dan     Kemungkinan Penyebabnya di lapangan Operasi
2.    Reaksi-Reaksi Yang Menyebabkan Scale
3.    Pencegahan Scale dengan Scale Inhibitor
-        Tipe Scale Inhibitor
-        Pemilihan Scale Inhibitor
-        Beberapa Jenis Scale Inhibitor : Hidrokarbon, Asam klorida, Inorganic Converters, Organic Converters, Natrium Hidroksida

Peserta :
Bagian Perawatan, engineering, dan operator khususnya yang berkaitan dengan industri Oilgas, tetapi tidak menutup kemingkinan dari industri lainnya yang mengalami problem korosi dan scale